Titik Impas (Break Even)
TITIK IMPAS (BREAK EVEN POINT/BEP)
Merupakan alat yang umum dipakai untuk menganalisa hubungan antara volume penjualan dengan tingkat keuntungan (profitabilitas).
Terdapat 3 ukuran titik impas yang umum digunakan yakni :
1. Titik Impas Akuntansi / Accounting Break Even (ABE)
yakni volume penjualan yang menghasilkan laba net (net income /NI) = 0
2. Titik Impas Kas / Cash Break Even (CBE)
yakni volume penjualan dimana Arus Kas Operasi (Operating Cash Flow/OCF) = 0
3. Titik Impas Keuangan / Financial Break Even (FBE)
yakni volume penjualan yang menghasilkan NPV = 0
Biaya Tetap, Biaya Variabel dan Total Biaya
Dalam analisa titip impas, biaya harus bisa dipisahkan antara biaya variable (variable cost/VC) dengan biaya tetap (fixed cost/FC).
Biaya variable (VC) adalah biaya yang berubah sesuai perubahan volume penjualan. Biaya ini dinyatakan dalam persentase dari penjualan atau per satuan. Misal : 40% dari penjualan atau Rp 1.000.000 / unit.
Contoh biaya variable : bahan baku dan pembantu, upah borongan, komisi penjualan
Semakin besar volume penjualan, akan menyebabkan total biaya variable semakin besar dan sebaliknya (sedangkan biaya variable / unit tetap).
Rumus : TVC = Q x V
Di mana TVC = biaya variable total, Q = volume penjualan, V adalah biaya variable per unit.
Biaya tetap (FC) adalah biaya tidak berubah dengan perubahan volume penjualan sampai dengan kapasitas tertentu. Biaya ini dinyatakan dalam satuan waktu (misal : per bulan)
Contoh biaya tetap : beban gaji tetap, penyusutan dan lain-lain.
Semakin besar volume penjualan, akan menyebabkan biaya tetap / unit akan semakin kecil.
Dengan demikian, perusahaan (terutama perusahaan yang padat modal) berusaha menggenjot volume penjualan sehingga biaya produksi / unit nya semakin kecil.
Biaya tetap (FC) terbagi atas biaya tetap tunai dan biaya tetap non tunai = CFC + D
Di mana CFC = FC tunai, D = depresiasi = biaya tetap non tunai.
Total biaya (total cost/TC)= Biaya variable + biaya tetap = Q x V + (CFC + D) + T
Di mana T = beban pajak
Biaya rata-rata (average cost /AC) = Total Cost / jumlah unit yang dihasilkan
Contoh : Biaya tetap perusahaan sebesar Rp 30 juta / bulan dan Rp 150.000 / unit. Pajak diasumsikan nihil.
Berapa total biaya jika produksinya 1.000 unit? 5.000 unit?
Jawab : total biaya produski 1.000 unit = Rp 30 juta + 1.000 x Rp 150.000 = Rp 180.000.000
Biaya produks / unit = Rp 180.000.000 / 1.000 unit = Rp 180.000.
Total biaya produksi 1.500 unit = Rp 30 juta + 5.000 x Rp 150.000 = Rp 780.000.000
Biaya produksi / unit = Rp 780.000.000 / 5.000 unit = Rp 156.000
Dari soal di atas terlihat bahwa dengan memproduksi lebih banyak unit, maka biaya produksi / unit nya (biaya rata-ratanya) menurun yakni dari Rp 180..000 (1.000 unit) menjadi Rp 156.000 (5.000 unit).
Biaya Marginal = biaya untuk menghasilkan tambahan 1 unit. Biaya ini sama seperti biaya varaibel
Selain biaya tetap dan biaya variable, dikenal juga biaya yang mengandung kedua unsure tetap dan variable yang dikenal sebagai biaya semi variable. Jenis biaya ini harus dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya variable.
Contoh : biaya listrik pasca bayar. Setiap bulan sebagai pelanggan kita harus membayar biaya abodemen dan biaya pemakaian. Biaya abodemen tersebut harus dibayar walau listrik tidak kita gunakan. Dengan demikian biaya abodemen ini termasuk biaya tetap , sedangkan biaya pemakaian besarnya tergantung pemakain sehingga biaya ini termasuk biaya variable. Uraian tentang biaya ini akan dibahas secara rinci pada artikel lainnya.
Titik Impas Akuntansi (Accounting Break Even = ABE)
Titik impas yang terjadi saat laba besih (net income / profit) = 0
Total Revenue – Total Costs = 0
Total Revenue (pendapatan/TR) = Q x P
Di mana Q = kuantitas atau unit produk yang dijual, P = harga jual / unit
Total Revenue – Variable Cost – Fixed Cost Tunai – Dep – Tax = 0
(Q P – Q V – CFC – D)(1 – T) = 0
Q P – Q V = CFC + D
Q(P – V) = CFC + D
Q = (FC + D) / (P – v)
Fixed Cost Tunai + Depresiasi
ABE = ----------------------------------------
Harga Jual/unit – VC/unit
Titik Impas Akuntansi sering digunakan sebagai angka penyaringan tahap awal.
Jika suatu proyek tidak bisa mencapai titik impas atas dasar akuntansi, maka proyek tersebut bukanlah proyek yang layak.
Titik impas akuntansi merupakan indikasi kepada manajer tentang bagaimana suatu proyek akan berdampak kepada laba akuntansi.
Titik Impas Kas (Cash Break Even / CBE)
Kita lebih tertarik pada arus kas dibanding angka akuntansi. Sepanjang perusahaan memiliki pengurang non tunai (depresiasi), akan terdapat arus kas positif.
Bila perusahaan mencapai titik impas akuntansi, maka Arus Kas = Depresiasi dan secara nilai sekarang, maka NPV Net Present Value) perusahaan nilainya kurang dari 0.
Yang dimaksud dengan pengurang non tunai adalah beban yang tidak memerlukan pengeluaran tunai , terkadang disebut sebagai depresiasi saja walau yang dimaksud adalah seluruh biaya non tunai (non cash expenses). Yang termasuk non-cash expenses adalah beban depresiasi, amortisasi, deplesi, penghapusan piutang tak tertagih.
Titik Impas Kas (CBE) terjadi saat Arus Kas Operasi (OCF) = 0
OCF = (S – VC – CFC – D) (1 – T)+ D = 0
(QP – QV – CFC – D)(1 – T) + D= 0
Q(P – V) (1 – T) – CFC (1 – T) – D + DT + D = 0
Q(P – V) (1 – T) = CFC (1 – T) - DT
CFC (1-T) - DT
CBE = ----------------------
(P-V) (1-T)
Bila tidak ada pajak maka rumusnya disederhanakan menjadi CBE = CFC / (P-V)
Titik Impas Keuangan (Financial Break-even / FBE) or Titik Impas Nilai Sekarang (Present Value Break-even/PVBE)
Terjadi saat NPV = 0
Titik Impas Keuangan terjadi saat Arus Kas Operasi (OCF) = Biaya Tahunan Ekuivalen (Equivalent Annual Cost/EAC)
Di mana OCF = (S – VC – CFC − D) (1 − T)+ D = (QP – QV – CFC – D)(1 – T) + D
Persamaan untuk menghitung kuantitas Titip Impas Keuangan (FBE) :
(QP – QV – CFC – D)(1– T) + D = EAC
Q(P – V) (1 – T) – CFC (1 – T) + D T = EAC
Q(P – V) (1 – T) = EAC + CFC (1 – T) – D T
FBE = [EAC + CFC (1-T) – D T] / (P-V)(1-T)
Contoh :
Beban penyusutan (depresiasi) / tahun = Rp 5 miliar / 5 = Rp 1 miliar
Titik Impas Akuntansi = (CFC + D) / (P – V)
= (Rp 1 miliar + Rp 1 miliar)/(Rp 250.000 – Rp 150.000) = 20.000 unit
Titik Impas Akuntansi dalam Rupiah = 20.000 unit x Rp 250.000 = Rp 5 miliar.
Hal ini berarti apabila perusahaan hanya berhasil menjual 20.000 unit (Rp 5 miliar) maka perusahaan secara akuntansi tidak untung dan tidak rugi (labanya nihil). Bila penjualan di bawah 20.000 unit , perusahaan menderita kerugian secara akuntansi dan bila penjualan di atas 20.000 unit, perusahaan memperoleh keuntungan secara akuntansi.
Titik Impas Kas (CBE) = [CFC (1-T) - DT] / [(P – V) (1-T)]
= [ Rp 1miliar (1-0.2)- Rp 1miliar x 0.2] / (Rp 250.000–RP 150.000)(0.8) = 7.500 unit
Titik Impas Kas dalam Rupiah = 7.500 unit x Rp 250.000 = Rp 1.875.000.000
Hal ini berarti bila perusahaan hanya berhasil menjual 7.500 unit , maka perusahaan hanya bisa menutup seluruh biaya tunai (cash expenses), namun secara akuntansi perusahaan sudah menderita kerugian karena menjual di bawah 20.000 unit.
Apabila unit yang dijual di bawah 7.500 maka perusahaan sebaiknya menutup usaha karena perusahaan selain menderita kerugian, perusahaan juga tidak mampu untuk membayar biaya tunainya. Sedangkan bila penjualan di atas 7.500 unit, walau perusahaan rugi tapi masih bisa beroperasi karena bisa membayar seluruh biaya tunainya.
Titik Impas Keuangan
Biaya Tahunan Ekuivalen (EAC) = Investasi / PVaIF (18%,5)
PFaIF = (1 – 1/(1+18%)^5) / 18% = 3,1271710209
EAC = Rp 5 miliar / 3,1271710209 = Rp 1.598.889.209
Titik Impas Keuangan = [(EAC + CFC (1-T) - DT] / [(P – V)(1-T)]
= (RP 1.598.889.209 + Rp 1 miliar (1-0.2)–Rp 1miliar (0.2)/[(Rp 250.000–150.000)(1-0.2)]
= 27.500 unit
Titik Impas Kas dalam Rupiah = 27.500 unit x Rp 250.000 = Rp 6.875.000.000
Dengan demikian : Titik Impas Kas < Titik Impas Akuntansi < Titik Impas Keuangan
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||